TEORI BELAJAR SOSIAL DAN TEORI BELAJAR GAGNE (BDP)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendidik
yang pertama dan yang paling utama adalah orang tua berupaya maksimal
memberikan yang terbaik terhadap perkembangan anak, sehingga dapat bertumbuh
mengikuti norma-norma kehidupan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama
norma-norma kesusilaan, harapan maupun kaidah-kaidah hukum. Dalam tahap proses
belajar yang di utamakan adalah kematangan terhadapa diri anak, karena
bagaimanapun juga bahwa hasil yang di capai tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan. Belajar merupakan pembahasan menarik yang menjadi pusat perhatian
para ahli psikologi pendidikan untuk mengungkap rahasia dibalik belajar
tersebut. Kaitannya dengan hal tersebut, beberapa ahli psikologi dari berbagai
aliran mendefinisikan istilah belajar, seperti Kimble (1961) mendefinisikan
belajar sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral
potentiality (potensi behavioral) yang terjadi sebagai akibat dari praktik yang
diperkuat.
Definisi
tersebut di atas tidak serta merta diterima secara universal, beberapa ahli
psikologi tidak menerima definisi tersebut. Terlepas dari perbedaan
pendefinisian istilah belajar, hal menarik yang penting untuk diketahui adalah
teori belajar dari beberapa tokoh (ahli) yang menjadi sumber untuk pengembangan
belajar maupun pembelajaran di dunia pendidikan. Pembelajaran merupakan kegiatan interaktif dan timbal balik
antara pendidik dan peserta didik (katakan sebagai siswa). Untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan maka seorang pendidik (katakana sebagai guru)
seharusnya menyiapkan berbagai kebutuhan sebalum mengajar termasuk kebutuhan
setelah mengajar. Merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran
merupakan kegiatan wajib yang dilakukan guru sehingga perlu untuk mempelajari
teori-teori belajar walaupun implikasinya tak semanis teorinya. Dengan demikian
guru dapat berkreasi dan berinovasi pada kelasnya dengan teori yang mendasari
proses pembelajaran tersebut.
Terdapat
banyak teori belajar yang mendasari proses pembelajaran. Beberapa diantaranya
yaitu teori Ausubel, teori Gagne dan teori Bandura. Teori belajar Ausubel
secara umum memaparkan bahwa pembelajaran harus bermakna yang terbagi dalam dua
dimensi yaitu penyampaian informasi dan penemuan. Teori belajar Gagne yang
menyatakan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor
dalam diri dan keduanya saling berinteraksi, serta teori belajar Bandura dapat
dikatakan sebagai social learning (belajar sosial), anak
belajar dari meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain sehingga lingkungan
adalah faktor penting yang mempengaruhi perilaku, meskipun proses kognitif juga
tidak kalah pentingnya manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan polanya
sendiri. Dalam makalah ini akan dibahas tentang Teori Belajar
Sosial dan Teori Belajar Gagne
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah
pengertian dari belajar ?
1.2.2
Bagaimanakah
teori-teori pembelajaran menurut Gagne ?
1.2.3
Bagaimanakah
teori-teori pembelajaran menurut Bandura (Belajar Sosial) ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan maklah ini yaitu, untuk mengetahui:
1.3.1
Pengertian dari
belajar
1.3.2
Teori-teori pembelajaran menurut Gagne
1.3.3
teori-teori
pembelajaran menurut Bandura (Belajar Sosial)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Belajar
Belajar
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan
pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan
bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan
belajar. Di bawah ini disampaikan tentang
pengertian belajar dari para ahli :
Moh.
Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan
oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya”.
Witherington
(1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan
sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan kecakapan”.
Crow
& Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan
dan sikap baru”.
Hilgard
(1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul
atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
Di
Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap
sebagai hasil dari pengalaman”.
Gage
& Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang
muncul karena pengalaman”
Ciri
utama belajar, yaitu: proses, perilaku, dan pengalaman, dengan pengertian
sebagai berikut:
1)
Proses
Belajar
adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan.
Seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Aktifitas
pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi
terasa oleh yang bersangkutan yang dapat diamati guru adalah
manifestasinya, yaitu kegiatan siswa sebagai akibat dari adanya aktifitas
pikiran dan perasaan pada diri siswa tersebut.
2)
Perubahan Perilaku
Hasil
belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah laku seseorang yang belajar akan
berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, ketrampilan,
atau penguasaan nilai-nilai sikap.
3)
Pengalaman
Belajar
adalah mengalami, dalam arti belajar terjadi di dalam interaksi antara individu
dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan fisik,
misalnya :buku, alat peraga, alam sekitar. Lingkungan sosial, misalnya: guru,
siswa pustakawan, dan Kepala Sekolah.
Belajar
bisa melalui pengalaman langsung maupun melalui pengalaman tidak langsung.
Belajar melalui pengalaman langsung, misalnya siswa belajar dengan melakukan
sendiri dan pengalaman sendiri. Belajar melalui pengalaman tidak langsung,
misalnya mengatahui dari membaca buku, mendengarkan penjelasan guru. Belajar
dengan melalui pengalaman langsung hasilnya akan lebih baik karena siswa lebih
memahami, lebih menguasai pelajaran tersebut, bahkan pelajaran terasa oleh
siswa lebih bermakna.
2.2 Teori Belajar
Sosial
Teori
Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional (behavioristik). Dalam pandangan belajar social “ manusia “ itu
tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi
oleh stimulus – stimulus lingkungan. Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan
pada seseorang secara kebetulan Inti dari pembelajaran social adalah
pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling
penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua
jenis pembelajaran melalui pengamatan. Pertama pembelajaran melalui pengamatan dapat
terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain. Kedua, pembelajaran melalui
pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan
positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu
mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan
mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa
yang dipelajari itu.
Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura,
yang mana konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,
pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang belajar melalui pengalaman
langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang ia
baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu
belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya
penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini
disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert
Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang
(1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat
(reinforcement) dan observational learning, (2) Cara pandang dan cara pikir
yang kita miliki terhadap informasi, (3) Begitu pula sebaliknya, bagaimana
perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat
(reinforcement) dan observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational learning
sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang
mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman
yang diberikan kepada orang lain.
Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar
dari proses pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational
learning tersebut antara lain :
- Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat.
- Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
- Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
- Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.
Menurut
Skinner dan Bandura (dalam Haditono, Knoers, dan Monks 1992) mempunyai
pandangan yang empiris dan mendasarkan diri pada teori belajar untuk
menjelaskan perkembangan bahasa. Pandangan ini, bertitik tolak pada pendapat
bahwa anak dilahirkan dengan tidak membawa kemampuan apapun. Anak masih harus
banyak belajar, termasuk juga belajar berbahasa yang dilakukannya melalui
imitasi, belajar model, dan belajar dengan reinforcement (penguatan, bala
bantuan).
Bandura
mencoba menerangkannya dari sudut pandang teori belajar sosial. Ia berpendapat
bahwa anak belajar bahasa menirukan suatu model. Tingkah laku imitasi ini,
tidak mesti harus menerima reinforcememnt sebab belajar model dalam prinsipnya
lepas dari reinforcement luas.
Teori
belajar sosial berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku manusia sebagian besar
berpangkal pada dalili bahwa tingkah laku manusia sebagian besar adalah hasil
pemerolehan, dan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah cukup untuk menjelaskan
bagaimana tingkah laku berkembang dan menetap. Akan tetapi, teori-teori
sebelumnya selain kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah
laku ini muncul, juga kurang menyadari fakta bahwa banyak peristiwa belajar
yang penting terjadi dengan perantaraan orang lain. Artinya, sambil mengamati
tingkah laku orang lain, individu-individu belajar mengimitasi atau meniru
tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain model bagi
dirinya.
Sosial
adalah interaksi atau hubungan yang dilakukan dengan orang banyak yang
ditemukannya disekelilingnya dalam menjalankan kehidupan individunya
sehari-hari. Sosial membantu tiap anak untuk merasa diterima didalam kelompok,
membantu anak belajar berkomunikasi dan bergaul dengan orang lain, mendorong
empati dan saling menghargai terhadap anak-anak maupun orang dewasa. Lingkungan
pembelajaran yang paling utama berasal dari keluarga, sekolah, dan teman
sebaya. Yang akan dibahas kali ini adalah lingkungan pembelajaran yang berasal
dari teman sebaya, karena melalui teman sebaya, mendorong anak untuk
meningkatkan kemampuannya, sekaligus memberikan dukungan sosial kepada anak
berupa perhatian, persetujuan, penghargaan sekaligus hukuman, model perilaku
yang akan ditiru oleh anak tersebut.
Atkinson
Hilgard (1997), mengemukakan pendapatnya bahwa, anak akan mempelajari sebagian
besar keterampilan sosialnya dari interaksi dengan sesamanya. Mereka akan
belajar memberi memutuskan membagi pengalamannya bersama-sama. Jika dilihat
dari penambahan usia anak, maka permainan menguasi atau permainan yang
menampilkan keunggulan akan berkembang menjadi permainan yang intelektual,
seperti bermain dengan kata-kata dan ide. Memasuki usia 2 tahun, anaka tidak
mampu bermain pura-pura dan meniru tingkah laku yang dilihatnya beberapa waktu
sebelumnya, bahkan beberapa hari sebelumnya dengan imajinasi dan bahasa
sesungguhnya yang merupakan cara berpikir dan bermain pada anak. Aspek-aspek
sosial anak yang akan mulai terlihat adalah anak akan mulai bermain sendiri
(soliter), anak mulai bermain parallel (yaitu berada didekat teman sekelas
tetapi tanpa interaksi), anak mulai bermain sosial (mulai ada interaksi dengan
teman didekatnya ), anak mulai bermain asosiatif (secara berpasangan), anak
mulai bermain kooperatif (dalam kelompok-kelompok kecil atau besar, ada peran
masing-masing) dan anak mulai bermain kolaboratif (bersama orang tua, guru, asisten
atau orang dewasa lain).
Membantu
tiap anak agar merasa diterima didalam kelompok, mengembangkan kompetensi
social, membantu anak belajar berkomunikasi dan bergaul dengan orang lain,
mengembangkan empati (merasakan perasaan orang lain) dan (saling) menghargai
diri dan lingkungannya (sebaya, orang dewasa, aturan, barang dan alam). Sikap
sosial pada anak yang mengikuti pendidikan apresiasi seni dapat tercermin pola
pikir, cara pandang, perasaan dan tingkah laku atau tindakan anak pada objek
atau lingkungan sosial yang ada. Dalam hal ini dapat dilihat dari aspek
kognitif Subjek yang memiliki pengetahuan, pengertian, dan pemahaman bahwa
dalam kehidupan sehari-hari terdapat bermacam-macam perbedaan, namun tetap saling
menghormati dan menerima. Pada aspek afektif dan aspek konatif yang dimiliki
oleh Subjek menunjukkan adanya perasaan senang dapat mengenal, berteman dengan
siapapun serta adanya kepedulian terhadap sesama. Subjek juga bersedia
memberikan pertolongan kepada orang lain tanpa memandang segala perbedaan
seperti beda suku, beda agama, beda budaya , dan lain sebagainya.
Pembentukan
sikap sosial pada anak yang mengikuti Pendidikan Apresiasi Seni, dipengaruhi
oleh faktor orang tua dan guru, faktor kebudayaan di tempat tinggal
masing-masing, dan faktor lembaga pendidikan dan ajaran agama. Masing-masingnya
mengarahkan anak mempunyai sikap sosial yang baik melalui penanaman pengetahuan
dan contoh, adanya pembiasaan bersosialisasi dengan orang lain baik yang memiliki
kesamaan suku, agama, budaya dan lainnya maupun yang tidak. Serta pemberian
penjelasan dari sekolah dan ajaran agama tentang berkomunikasi, berhubungan
dengan sesama manusia, termasuk didalamnya didukung oleh kegiatan Pendidikan
Apresiasi Seni yang diikuti anak di sekolahnya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Sikap Sosial
Menurut
Prasetyo dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengemukakan bahwa: “Faktor-faktor
yang mempengaruhi sikap sosial adalah sebagai berikut: (a) Faktor Indogen:
faktor pada diri anak itu sendiri seperti faktor imitasi, sugesti,
identifikasi, simpati dan (b) Faktor Eksogen; faktor yang berasal dari luar
seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah”
(Prasetyo, 1997 : 96).
Dari
pendapat ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap sosial adalah sebagai berikut: (a) Faktor Indogen; faktor
sugesti, identifikasi, dan imitasi (b) Faktor Eksogen; faktor yang
berasal dari luar seperti lingkunga keluarga, lingkungan masyarakat, dan
lingkungan sekolah. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing faktor yang
mempengaruhi sikap sosial tersebut.
a.
Faktor Indogen
Faktor
indogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak yang datang dari
dalam dirinya sendiri. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga faktor yaitu:
a) faktor sugesti, b) faktor identifikasi, dan c) faktor imitasi. Berikut
ini akan dijelaskan secara singkat masing-masing faktor tersebut.
1.
Faktor Sugesti
Dalam buku Psikologi Kepribadian dijelaskan bahwa:
“Sugesti adalah proses seorang individu didalam berusaha menerima tingkah laku
maupun prilaku orang lain tanpa adanya kritikan terlebih dahulu” (Nawawi, 2000
: 72).
Dari pendapat ahli tersebut diatas, dapat dikatakan
sugesti dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang sedangkan anak yang tidak
mampu bersugesti cenderung untuk tidak mau menerima keadaan orang lain, seperti
tidak merasakan penderitaan orang lain, tidak bisa bekerjasama dengan orang
lain dan sebagainya.
2.
Faktor Identifikasi
Identifikasi
dilakukan kepada orang lain yang dianggapnya ideal atau sesuai dengan dirinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi dalam bukunya Interaksi Sosial dijelaskan
bahwa: “Anak yang mengidentifikasikan dirinya seperti orang lain akan
mempengaruhi perkembangan sikap sosial seseorang, seperti anak cepat merasakan
keadaan atau permasalahan orang lain yang mengalami suatu problema
(permasalahan)” (Nawawi, 2000 : 82).
Menurut
pendapat ahli tersebut diatas jelaslah bahwa seseorang yang berusaha
mengidentifikasikan diri dengan keadaan orang lain akan lebih mampu merasakan
keadaan orang lain, daripada seorang anak yang tidak mau mengidentifikasikan
dirinya dengan orang lain yang cenderung mampu merasakan keadaan orang lain.
3.
Faktor Imitasi
Imitasi
dapat mendorong seseorang untuk berbuat baik. Pada buku Psikologi Pendidikan
dijelaskan bahwa: “Sikap seseorang yang berusaha meniru bagaimana orang yang
merasakan keadaan orang lain maka ia berusaha meniru bagaimana orang yang
merasakan sakit, sedih, gembira, dan sebagainya. Hal ini penting didalam
membentuk rasa kepedulian sosial seseorang” (Purwanto, 1999 : 65). Sedangkan
ahli lain mengatakan pula bahwa: “Anak-anak yang meniru keadaan orang lain,
akan cenderung mampu bersikap sosial, daripada yang tidak mampu meniru keadaan
orang lain” (Nawawi, 2000 : 42).
Dari
kedua pendapat tersebut diatas, jelaslah bahwa imitasi dapat mempengaruhi sikap
sosial seseorang, dimana seseorang yang berusaha meniru (imitasi) keadaan orang
lain akan lebih peka dalam merasakan keadaan orang lain, apakah orang sekitarnya
itu dalam keadaan susah, senang ataupun gembira.
b.
Faktor Eksogen
Faktor
eksogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak dari luar dirinya
sendiri. Dalam hal ini menurut Soetjipto dan Sjafioedin dalam bukunya
Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial dijelaskan bahwa: “Ada tiga faktor yang
mempengaruhi sikap sosial anak yaitu: ” a) faktor lingkungan keluarga, b)
faktor lingkungan sekolah dan c) faktor lingkungan masyarakat” (Soetjipto dan
Sjafiodin, 1994 : 22) . Berikut ini akan dijelaskan secara singkat
masing-masing faktor tersebut.
1. Faktor
Lingkungan Keluarga
Keluarga
merupakan tumpuan dari setiap anak, keluarga merupakan
lingkungan yang pertama dari anak dari keluarga pulalah anak menerima
pendidikan karenanya keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam
perkembangan anak. Keluarga yang baik akan memberikan pengaruh yang baik
terhadap perkembangan anak, demikian pula sebaliknya. Dalam buku Psikologi
Pendidikan dijelaskan bahwa: “Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang,
perhatian, keluarga yang tidak harmonis, yang tidak memanjakan anak-anaknya
dapat mem-pengaruhi sikap sosial bagi anak-anaknya” (Purwanto, 1999 : 89).
Dari
pendapat tersebut, jelaslah bahwa keharmonisan dalam keluarga, anak yang
mendapatkan kasih sayang serta keluarga yang selalu memberikan perhatian kepada
anak-anaknya merupakan peluang yang cukup besar didalam mempengaruhi timbulnya
sikap sosial bagi anak-anaknya.
2. Faktor
Lingkungan Sekolah
Dalam
bukunya Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Keadaan sekolah seperti cara penyajian
materi yang kurang tepat serta antara guru dengan murid mempunyai hubungan yang
kurang baik akan menimbulkan gejala kejiwaan yang kurang baik bagi siswa yang
akhirnya mempengaruhi sikap sosial seorang siswa” (Ahmadi, 1996 : 65).
Selanjutnaya dalam buku Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Ada beberapa faktor
lain di sekolah yang dapat mempengaruhi sikap sosial siswa yaitu tidak adanya
disiplin atau peraturan sekolah yang mengikat siswa untuk tidak berbuat hal-hal
yang negatif ataupun tindakan yang menyimpang” (Nawawi, 2000 : 66).
Dari
kedua pendapat ahli diatas, maka faktor lingkungan sekolah yang dapat
mempengaruhi sikap sosial siswa adalah cara penyajian materi, prilaku maupun
sikap dari para gurunya, tidak adanya disiplin atau peraturan-peraturan sekolah
yang betul-betul mengikat siswa.
3. Faktor
Lingkungan Masyarakat
Lingkungan
masyarakat merupakan tempat berpijak para remaja sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa melepaskan diri dari masyarakat. Anak
dibentuk oleh lingkungan masyarakat dan dia juga sebagai anggota masyarakat,
kalau lingkungan sekitarnya itu baik akan berarti sangat membantu didalam
pembentukkan keperibadian dan mental seorang anak, begitu pula sebaliknya kalau
lingkungan sekitarnya kurang baik akan berpengaruh kurang baik pula
terhadap sikap sosial seorang anak, seperti tidak mau merasakan keadaan
orang lain. Dalam buku Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Lingkungan
masyarakat yang bisa mempengaruhi timbulnya berbagai sikap sosial pada anak
seperti cara bergaul yang kurang baik, cara menarik kawan-kawannya dan
sebaginya” (Sarwono, 1997 : 59). Selanjutnya dalam buku Interaksi Sosial
dijelaskan bahwa: “Pergaulan sehari-hari yang kurang baik bisa mendatangkan
sikap sosial yang kurang baik, begitu sebaliknya dimana suatu lingkungan
masyarakat yang baik akan mendatangkan sikap sosial yang baik pula terhadap
anak” (Nawawi, 2000 : 45).Dengan demikian dari uraian dan pendapat ahli
tersebut diatas, maka lingkungan masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap
pembentukkan sikap sosial seorang anak, begitu pula sebaliknya lingkungan
masyarakat yang kurang baik akan menimbulkan sikap sosial yang kurang baik pula
terhadap anak.
2.3 Toeri Belajar Gagne
A.
Teori Belajar Menurut Robert M.
Gagne
Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh
pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah
lingkungan individu seseorang. Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan
mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam
pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan
perubahan pada
seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan
minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun
hanya sementara.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu
yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai
akibat dari stimulasi
B.
Sistematika ”Delapan Tipe Belajar”
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe
belajar, yaitu:
1.
Tipe belajar tanda (Signal learning)
Belajar dengan cara ini dapat dikatakan sama dengan apa
yang dikemukakan oleh Pavlov. Semua jawaban/respons menurut kepada
tanda/sinyal.
2.
Tipe belajar rangsang-reaksi
(Stimulus-response learning)
Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe
ini, timbulnya respons juga karena adanya dorongan yang datang dari dalam serta
adanya penguatan sehingga seseorang mau melakukan sesuatu secara
berulang-ulang.
3.
Tipe belajar berangkai (Chaining
Learning)
Pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan
stimulus-respons, maksudnya adalah bahwa suatu respons pada gilirannya akan
menjadi stimulus baru dan selanjutnya akan menimbulkan respons baru.
4.
Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal
association learning)
Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana
hasil belajarnya yaitu memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang.
5.
Tipe belajar membedakan (Discrimination
learning)
Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk
membeda-bedakan antar objek-objek yang terdapat dalam lingkungan fisik.
6.
Tipe belajar konsep (Concept Learning)
Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk
memperoleh pemahaman atau pengertian tentang suatu yang mendasar.
7.
Tipe belajar kaidah (RuleLearning)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri
atas penggabungan beberapa konsep.
8.
Tipe belajar pemecahan masalah (Problem
solving)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat
digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan.
C.
Sistematika “Lima Jenis Belajar”
Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan sistematika
delapan tipe belajar, dimana isinya merupakan bentuk penyederhanaan dari
sistematika delapan tipe belajar.
Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah informasi
verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan
motorik, dan sikap.
1.
Informasi verbal (Verbal information)
Merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat
diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan tertulis.
2.
Kemahiran intelektual (Intellectual
skill)
Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan
lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya
konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, dan gambar).
3.
Pengaturan kegiatan kognitif (Cognitive
strategy)
Merupakan suatu cara seseorang untuk menangani aktivitas
belajar dan berpikirnya sendiri, sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila
menemukan kesulitan yang sama.
4.
Keterampilan motorik (Motor skill)
Adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu
rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi
antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.
5.
Sikap (Attitude)
Merupakan kemampuan seseorang yang sangat berperan sekali
dalam mengambil tindakan, apakah baik atau buruk bagi dirinya sendiri.
D.
Fase-Fase Belajar
Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar.
Menurut Gagne, ada 4 buah fase dalam proses belajar, yaitu:
1.
Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang
belajar. Ini ada beberapa langkah.
2.
Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat
apakah seseorang telah belajar atau belum
3.
Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak
cepat hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan.
4.
Fase pengungkapan kembali (Retrieval
phase)
Apa yang telah
dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud untuk
digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan.
E.
Implikasi
Teori Gagne dalam Pembelajaran
1. Mengontrol
perhatian siswa.
2. Memberikan
informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3. Merangsang dan
mengingatkan kembali kemampuan-kemampuan siswa.
4. Penyajian
stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5. Memberikan
bimbingan belajar.
6. Memberikan
umpan balik.
7. Memberikan
kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah dicapainya.
8. Memberikan
kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9. Memberikan
kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang baru
diberikan.
Menurut
Gagne ada empat komponen penting dalam proses pembelajaran, yaitu Fase-fase
pembelajaran, Hirarki
hasil belajar, Kondisi
atau tipe pembelajaran, Kejadian-kejadian instruksional.
1.
Fase-fase
Pembelajaran
Gagne membagi proses belajar
berlangsung dalam empat fase utama, yaitu: (a) receiving the stimulus situation
(apprehending), (b) stage of acquisition, (c) storage, (d) retrieval.
Fase Receiving the stimulus
situation (apprehending), merupakan fase seseorang memperhatikan stimulus
tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk
kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya “golden eye” bisa
ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu
dapat spontan diterima atau seorang Guru dapat memberikan stimulus agar siswa
memperhatikan apa yang akan diucapkan.
Fase Stage of Acquition, pada fase
ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh
sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima dengan
pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan pada fase ini siswa membentuk
asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
Fase storage/retensi adalah fase
penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang
dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek
dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
Fase Retrieval/Recall, adalah fase
mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.
Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan
hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu
informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan
baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih
mudah dipanggil.
Kemudian ada fase-fase lain yang
dianggap tidak utama, yaitu (e) fase motivasi sebelum pelajaran dimulai guru
memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar, (f) fase generalisasi adalah
fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan
daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru
tersebut. (g) Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan
sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari
struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan (h)
fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah
ditampilkan (reinforcement).
2.
Hirarki
Hasil Belajar
Setelah
selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan
berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda. Kemampuan
(kapabilitas) sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu Verbal
Information (informasi verbal)
dan Intellectual skills (keterampilan
intelektual).
Invormasi
verbal adalah kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat informasi
verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf
alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal. Informasi verbal meliputi : Cap Verbal : Kata yang dimiliki
seseorang untuk menunjukkan pada obyek-obyek yang dihadapi, misalnya kata
”kursi” untuk benda tertentu Data/fakta
: Kenyataa yang diketahui, misalnya ”Negara Indonesia dilalui khatulistiwa. Jadi yang memiliki pengetahuan
tertentu, berkemampuan untuk menuangkan pengetahuan itu dalam bentuk bahasa
yang memadahi, sehingga dapat dikomunikasikan pula kepada orang lain. Mempunyai
informasi verbal memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa
sejumlah pengetahuan orang tidak dapat mengatur kehidupannya sehari-hari dan
tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara berarti. Misalnya, ibu rumah tangga memiliki
seperangkat pengetahuan tentang mengurus kerumahatanggaan, seorang hakim
memiliki pengetahuan tentang memimpin sidang. Makin luas pengetahuan seseorang
tentang bidang studi yang menjadi spesialisasinya, makin besar kemungkinan dia
berkembang menjadi seorang ahli dalam bidang tersebut
Intellectual
skills (keterampilan intelektual).
Keterampilan
intelektual merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi
intelektual yang dapat dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol
atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang
tertentu adalah terletak pada tingkat kompleksitasnya. Keterampilan intelek
bisa dijelaskan sebagai sesuatu yang mencakup "struktur pendidikan formal
yang bersifat dasar pada waktu yang sama bersifat paling luas jangkauannya. Akan tetapi, tidak seperti halnya
informasi berupa fakta, ketrapilan intelektual tidak dapat dipelajari hanya
dengan mendengarkannya atau melihatnya. Beda pokok antara informasi dan
ketrampilan intelek ialah beda antara mengetahui bahwa dan mengetahui
bagaimana. Siswa belajar bagaimana menjumlahkan bilangan bulat, bagaimana
membuat agar kata kerja cocok dengan pokok kalimat dan ketrampilan-ketrampilan
lain yang tidak terbilang banyaknya. Kategori kemahiran intelektual terbagi
atas empat subkemampuan, yaitu :
a.
Diskriminasi Jamak
Berdasarkan pengamatan yang cermat terhadap berbagai
obyek, orang mampu membedakan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain.
Contoh; Menyebutkan merk mobil-mobil yang lewat di jalan.
b.
Konsep
Suatu arti yang mewakili sejumlah obyek yang
mempunyai ciri-ciri yang sama.
c.
Kaidah
Bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu satu
sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mempresentasikan suatu keteraturan
d.
Prinsip
Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari berbagai
kaidah, sehingga terbentuk suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih
kompleks.
Gagne mengemukakan lima macam hasil
belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu
lagi bersifat psikomotorig. Penampilan-penampilan yang diamati sebagai
hasil-hasil dasar disebut kemampuan-kemampuan atau kapabeliti.
Menurut Gagne ada lima
kemampuan-kemampuan, yaitu kemampuan pertama disebut kemempuan-kemampuan
intelektual, karena keterampilan itu merupakan penampilan-penampilan yang
ditunjukkan oleh siswa tentang operasi-operasi intelekual yang dapat
dilakukannya. Kemampuan kedua meliputi penggunaan strategi-strategi
kognitif, nomor tiga, berhubungan dengan sikap atau memungkinkan sekumpulan
sikap-sikap yang dapat ditunjukkan oleh prilaku yang mencerminkan pilihan
tindakan terhadap kegiatan-kegiatan sains. Nomor empat dari hasil belajar gagne
ialah informasi verbal, dan yang terakhir adalah keterampilan-keterampilan
motorik
1.
Cognitive strategies
(strategi kognitif)
Strategi
Kognitif merupakan suatu
macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi
belajar dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan
mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir.
Kapabilitas ini mempengaruhi siasat si belajar dalam mencari dan menemukan
kembali hal-hal yang disimpan dan dalam mengorganisasi respons-responsnya.
Tidak
seperti halnya informasi verbal dan ketrampilan intelek, yang ada kaitannya
langsung dengan isi, obyek siasat kognitif ialah proses berfikir pelajar
sendiri. Ciri yang penting yang lain siasat
kognitif ialah bahwa tidak seperti halnya ketrampilan intelek, siasat itu tidak
terpengaruh secara kritis oleh pelaksanaan pembelajaran, menit demi menit.
Kebalikannya, siasat kognitif itu terbentuk dalam jangka waktu yang nisbi lama.
Ketrampilan siasat kognitif sampai derajat tertentu dapat di kembangkan menjadi
lebih baik dengan pendidikan formal, dan orang menjadi pelajar dengan belajar
sendiri dan pemikir yang mandiri.
Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivitas mentalnya sendiri di bidang kognitif, akan jauh lebih efesien dan efektif dalam mempergunakan semua konsep dan kaidah yang pernah dipelajari, dibandingkan dengan orang yang tidak berkemampuan demikian.
Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivitas mentalnya sendiri di bidang kognitif, akan jauh lebih efesien dan efektif dalam mempergunakan semua konsep dan kaidah yang pernah dipelajari, dibandingkan dengan orang yang tidak berkemampuan demikian.
Contoh;
prakarsa OSIS akan siselelnggarakan malam kesenian. Sekelompok orang diberi
tugas mencari dana tambahan untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut. Panitia
pencri dana ini akan mengadakan rapat untuk menentukan bagaimana cara bagaimana
dana tambahan itu dapat dicari. Dengan demikian kelompok siswa itu mengatur dan
mengarahkan kegiatan kognitifnya sendiri dalam menghadapai problem pencarian
dana.
2.
Motor Skills (keterampilan motorik)
Ialah
kapabilitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmaniah secara mulus.
Termasuk disini ialah ketrampilan-ketrampilan sederhana yang dipelajari orang
pada awal usianya, seperti memakai baju dan mengeluarkan suara tutur yang
disampaikan. Ditahun-tahun permulaan sekolah, ketrampilan motor yang paling
penting, misalnya menulis huruf-huruf dan mengambar lambang-lambang, bermain
lompat tali, mengatur keseimbangan badan ketika bermain jalan di palang. Di
kemudian hari ketrampilan gerak meliputi contoh belajar mengusai
ketrampilan-ketrampialan yang berpisah-pisah dalam kegiatan seperti bermain tennis,
bola basket dan olah raga lainnya.
Ciri
umum dari semua ketrampilan ini adalah adanya persyaratan untuk mengembangkan
kemulusan bertindak, presisi dan pengaturan waktu. Untuk perbuatan orang yang
baru bisa dan ahli berbeda dalam hal cirri-ciri itu.
Sifat istimewa dari ketrampilan motorik ialah bahwa ketrampilan ini bisa bertambah sempurna melalui praktek atau dilatihkan. Syaratnya ialah pengulangan-pengulangan gerak dasar disertai balikan dari lingkungan. Dengan cara ini si belajar mengenal pengisyarat kinestetik yang memberi tanda-tanda isyarat untuk membedakan performansi yang tidak tepat dari yang tidak mengandung kesalahan.
Sifat istimewa dari ketrampilan motorik ialah bahwa ketrampilan ini bisa bertambah sempurna melalui praktek atau dilatihkan. Syaratnya ialah pengulangan-pengulangan gerak dasar disertai balikan dari lingkungan. Dengan cara ini si belajar mengenal pengisyarat kinestetik yang memberi tanda-tanda isyarat untuk membedakan performansi yang tidak tepat dari yang tidak mengandung kesalahan.
3.
Attitude (sikap-sikap)
Ialah
kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang diambil, akan
tetapi ciri-ciri yang penting adalah bahwa sikap tidak menentukan apa tindakan
khusus tertentu yang akan diambil. Alih-alih, sikap hanya menentukan lebih
kurang adanya kemungkinan suatu kelas tindakan tertentu akan dilakukan.
Misalnya, siswa mengembangkan sikap baca buku atau pembuatan benda-benda seni.
Belajar memperoleh sikap didasarkan atas informasi tentang tindakan-tindakan
apa yang mungkin dilakukan dan apa akibatanya.
Orang
yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolah suatu obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau tidak. Bila obyek
dinilai ”baik untuk saya” di mempunyai sikap positif, bila obyek dinilai ”jelek
untuk saya” dia mempunyai sikap negatif. Misalnya, siswa yang memandang belajar
dsi sekolah sebagai sesuatu yang bermanfaat baginya, memiliki sikap yang
posifif terhadap belajar di sekolah, dan sebaliknya kalau siswa memandang
belajar di sekolah sebagai sesuatu yang tidak berguna.
3. Kondisi atau Tipe Pembelajaran
Ada delapan kondisi atau tipe pembelajaran:
1.
Signal learning (belajar isyarat)
Belajar isyarat merupakan proses belajar melalui
pengalaman-pengalaman menerima suatu isyarat tertentu untuk melakukan tindakan
tertentu. Misalnya ada “Aba-aba siap” merupakan isyarat untuk mengambil sikap
tertentu, tersenyum merupakan isyarat perasaan senang.
2.
Stimulus-response learning (belajar
melalui stimulus-respon)
Belajar stimulus-respon (S-R), merupakan belajar
atau respon tertentu yang diakibatkan oleh suatu stimulus tertentu. Melalui
pengalaman yang berulang-ulang dengan stimulus tertentu sesorang akan
memberikan respon yang cepat sebagai akibat stimulus tersebut.
3.
Chaining (rantai atau rangkaian)
Chaining atau rangkaian, terbentuk dari hubungan
beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi. Misalnya
: Pulang kantor, ganti baju, makan, istirahat.
4.
Verbal association (asosiasi verbal)
Mengenal suatu bentuk-bentuk tertentu dan
menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian verbal tertentu. Misalnya : seseorang
mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran genjang, bola dlsbnya. Lalu
merangkai itu menajdi suatu pengetahuan geometris, sehingga seseorang dapat
mengenal bola yang bulat, kotak yang bujur sangkar.
5.
Discrimination learning (belajar
diskriminasi)
Belajar diskriminasi adalah dapat membedakan sesuatu
dengan sesuatu yang lainnya, dapat membedakan manusia yang satu dengan manusia
yang lainnya walaupun bentuk manusia hampir sama, dapat membedakan merk sepeda
motor satu dengan yang lainnya walaupun bentuknya sama. Kemampuan diskriminasi
ini tidak terlepas dari jaringan, kadang-kadang jika jaringan yang terlalu
besar dapat mengakibatkan interferensi atau tidak mampu membedakan.
6.
Concept learning (belajar konsep)
Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia
untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan
menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang bisa melakukan tetapi sangat
terbatas, manusia dapat melakukan tanpa terbatas berkat bahasa dan kemampuan
mengabstraksi. Dengan menguasai konsep ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya
menurut konsep itu misalnya : warna, bentuk, jumlah dllnya
7.
Rule learning (belajar aturan)
Belajar model ini banyak diterapkan di sekolah,
banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang telah mengenyam
pendidikan. Misalnya : angin berembus dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, 1
+ 1 = 2 dan lainnya. Suatu aturan dapat diberikan contoh-contoh yang konkrit.
8.
Problem solving (memecahkan masalah)
Memecahkan masalah merupakan suatu pekerjaan yang
biasa yang dilakukan manusia. Setiap hari dia melakukan problem solving bayak
sekali. Untuk memecahkan masalah dia harus memiliki aturan-aturan atau
pengetahuan dan pengalaman, melalui pengetahuan aturan-aturan inilah dia dapat
melakukan keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Seseorang harus memiliki
konsep-konsep, aturan-aturan dan memiliki “sets” untuk memecahkannya dan suatu
strategi untuk memberikan arah kepada pemikirannya agar ia produktif.
4. Peristiwa-peristiwa Pembelajaran
Apakah
yang terjadi dalam mengajar? Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha mengontrol
kondisi ekstern. Kondisi ekstern merupakan satu bagian dari proses belajar,
namun termasuk tugas guru yang utama dalam mengajar.
Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal dengan “Nine instructional events” atau Sembilan kondisi intruksional yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal dengan “Nine instructional events” atau Sembilan kondisi intruksional yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Gain attention (memelihara perhatian)
Dengan stimulus ekster kita berusaha membangkitkan
perhatian dan motivasi siswa untuk belajar.
2.
Inform learners of objectives (penjelasan
tujuan pembelajaran)
Menjelaskan
kepada murid tujuan dan hasil apa yang diharapkan setelah belajar. Ini dilakukan
dengan komunikasi verbal.
3.
Stimulate recall of prior learning
(merangsang murid)
Merangsang murid untuk mengingat kembali konsep,
aturan dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang
akan diberikan.
4.
Present the content (menyajikan
stimulus)
Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan
pelajaran sehingga murid menjadi lebih siap menerima pelajaran.
5.
Provide "learning guidance"
(memberikan bimbingan)
Memberikan bimbingan kepada murid dalam proses
belajar
6.
Elicit performance /practice (pemantapan
apa yang dipelajari)
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan
latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
7.
Provide feedback (memberikan feedback)
Memberikan feedback atau balikan dengan
memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
8.
Assess performance (menilai hasil
belajar)
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan
kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran
itu dengan memberikan beberapa soal.
9.
Enhance retention and transfer to the
job (mengusahakan transfer)
Mengusahakan transfer dengan memberikan
contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu
sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain.
Dalam
mengajar hal di atas dapat terjadi sebagian atau semuanya, Proses belajar
sendiri terjadi antara peristiwa nomor 5 dan 6. Peristiwa-peristiwa itu
digerakkan dan diatur dengan perantaraan komunikasi verbal yakni guru
mengatakan kepada murid apa yang harus dilakukannya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar adalah sebuah
proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku
seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Teori Belajar Sosial , Teori ini
dikembangkan oleh Albert Bandura seorang ahli psikologi pendidikan dari
Stanford University,USA. Teori pembelajaran ini dikembangkan untuk menjelaskan
bagaimana seseorang mengalami pembelajaran dalam lingkungan sekitarnya. Pendekatan teori belajar sosial
lebih ditekankan pada perlunya conditioning(pembiasaan merespon)
dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar sosial
menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan
anak-anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan
anak, faktor sosial dan kognitif.
Teori Gagne menyatakan
bahwa belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang
dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Menurut Gagne
(Bell Greder, 1991) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar
berupa kapabilitas. Setelah
belajar seseorang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Gagne membedakan lima
kategori belajar dilihat dari hasil belajar yang dapat dicapainya. Ia juga
mengemukakan
delapan persyaratan belajar, sedangkan kejadian belajar menempuh delapan fase
kegiatan yang berurutan sehingga membentuk mata rantai kejadian external dan
internal.
3.2 Saran
Penyusun
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk
perbaikan selanjutnya. Diharapkan pula pembaca dan ibu bapak dosen dapat
menambah wawasan dari berbagai sumber lain terkait dengan materi ini.
Komentar
Posting Komentar