MAKALAH MOTIVASI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Bab I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Sukses bertumpu pada dua
hal yaitu kemampuan dan kemauan. Sukses belajar misalnya
sangat tergantung pada
ketrampilan belajar yang dimiliki dan
seberapa kuat ia mau menggunakannya. Tingkat kemauan (atau motivasi) orang berbeda-beda.
karena alasan (motif) yang berkait dengan kebutuhan untuk kegiatan yang sama,
dapat berbeda-beda. Motivasi memang berhubungan upaya memenuhi kebutuhan.
Makin besar kebutuhan makin besar pula dorongan dalam diri seseorang untuk mau melakukan sesuatu. Karena itu peran motivasi untuk
menunjang keberhasilan sangat penting.
Masalahnya, bagaimana cara memotivasi diri sendiri dan juga orang lain?
Makalah dan sajian lisan yang menyertainya ini, bertujuan
memberikan pemahaman tentang motivasi mengenai apa, mengapa, bagaimana dan untuk apa, serta “memotivasi” untuk
mau menerapkannya (paling tidak untuk
memotivasi diri sendiri). Tindak lanjut nyata dari kegiatan ini, oleh dan untuk
diri kita sendiri, adalah ukuran keberhasilan
kegiatan ini. Sukses adalah gabungan dari kemampuan dan
kemauan. Hal itu juga ditunjukkan
pada “rumus” : P = f (a.m), yang artinya : Performance adalah fungsi dari ability dan motivation. Pintar saja tidak cukup, harus ada kemauan-motivasi
untuk menggunakan kepintarannya.
Kecerdasan intelektual (IQ), masih sangat memerlukan kecerdasan
emosional (EQ) untuk dapat menuai sukses. Kita tahu kepintaran, kemampuan,
ketrampilan (ability) dapat
ditingkatkan.
Berbagai pelatihan,
kuliah, seminar, workshop, ditujukan
terutama untuk keperluan peningkatan kemampuan. Namun, tidak otomatis,
bahwa kemampuan tinggi membawa
kemauan yang besar. Banyak faktor memberi pengaruh pada beser-kecilnya
motivasi. Kemampuan tinggi dari para karyawan, jadi tidak bermakna bila mereka
tidak mau bekerja giat untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Pertanyaan
penting yang
terlintas di benak kami. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemauan (motivasi) orang
lain, dan terutama untuk diri
sendiri? Inti mempimpin adalah memotivasi. Memang,
tantangan bagi pimpinan adalah bagaimana
memotivasi anggotanya. Penelitian Willian
James mengungkapkan bahwa seseorang akan dapat menggunakan hampir 80%
kemampuan mereka, apabila ia termotivasi dengan baik.
Tujuan utama meningkatkan motivasi adalah untuk
meningkatkan kinerja (performance).
Kinerja memang dipengaruhi oleh motivasi. Ingat bahwa, Performance merupakan fungsi dari
Compenent dan Commitment. Sedangkan komitmen yang merupakan gabungan dari
konfiden (percaya diri) dan motivasi. Lebih spesifik, peningkatan motivasi diperlukan untuk:
a.
Menggairahkan
dan meningkatkan semangat (bekerja, belajar, dll..)
b. Meningkat
moral dan kepuasannya
c. Meningkatkan kinerja, loyalitas, disiplin, keefektivan
d. Meningkatkan
kreativitas dan partisipasi
e.
Menumbuhkan
suasana lingkungan yang lebih kondusif
f. Mempertinggi
rasa tanggung jawab,
1.2
Rumusan masalah
1. Apa
Pengertian Motivasi ?
2. Apa
saja Fungsi Motivasi ?
3. Apa saja Jenis-jenis Motivasi ?
4. Bagaimana
Tendensi Pengaktualisasian dari Rogers ?
5. Apa
Saja Kebutuhan Bertingkat dan Aktualisasi Diri ?
6. Apa yang dimaksud Teori Dorongan(Drive Teori) ?
7. Apa yang
dimaksud Teori Insentif ?
8. Apa yang dimaksud Teori Disonan Kognitif ?
9. Apa yang dimaksud Teori Harapan ?
10. Apa yang dimaksud Teori Motivasi Berprestasi ?
11. Apa yang dimaksud Teori Motivasi
Kompetensi ?
12.
Bagaimana
Strategi Memotivasi Siswa
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui Pengertian Motivasi
2.
Mengetahui Fungsi Motivasi
3.
Mengetahui Jenis-jenis Motivasi
4.
Mengetahui Tendensi Pengaktualisasian
dari Rogers
5.
Mengetahui Kebutuhan Bertingkat dan
Aktualisasi Diri
6.
Mengetahui Teori Dorongan(Drive Teori)
7.
Mengetahui Teori Insentif
8.
Mengetahui Teori Disonan Kognitif
9.
Mengetahui Teori Harapan
10.
Mengetahui Teori Motivasi Berprestasi
11.
Mengetahui Teori Motivasi Kompetensi
12.
Mengetahui Strategi Memotivasi Siswa
BAB
II
Pembahasan
2.1 Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata
motif yang berarti dorongan atau alasan. Motif merupakan tenaga pendorong yang
mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia, yang
menyebabkan manusia bertindak atau melakukan sesuatu.
Motivasi merupakan tenaga
pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau melakukan sesuatu.
Sedangkan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam
diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan
kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai
suatu tujuan.
Menurut Dimyati dan
Mudjiono (2006:80) “Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar”. Sejalan
dengan itu, Ratumanan (2002:72) mengatakan bahwa; “Motivasi adalah sebagai
dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku”. Sedangkan motivasi
belajar adalah “Keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan
memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Tadjab,
1994:102)”. Dari
beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki 3 komponen,
yaitu: a) kebutuhan,
kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak seimbangan antara apa yang
dimiliki dari apa yang ia harapkan; b) dorongan, merupakan kegiatan mental
untuk melakukan suatu.; dan c) tujuan, tujuan adalah hal yang ingin dicapai
oleh individu. Seseorang
yang mempunyai tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan, maka ia akan
melakukan pekerjaan tersebut dengan penuh semangat.
Pengaruh motivasi terhadap
seseorang tergantung seberapa besar motivasi itu mampu membangkitkan motivasi
seseorang untuk bertingkat laku. Dengan motivasi yang besar, maka seseorang
akan melakukan sesuatu pekerjaan dengan lebih memusatkan pada tujuan dan akan
lebih intensif pada proses pengerjaannya. Dalam kegiatan belajar, motivasi
dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegaitan belajar
dan memberikan arah pada kegiatna belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
oleh subyek belajar itu dapat tercapai.
Motivasi dapat dibedakan
menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Sardiman, 2005:189). Motivasi
instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang
aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sejalan dengan itu
pula, Suryabrata (1994:72) juga membagi motivasi menjadi 2 yaitu: a) motivasi
ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar;
dan b) motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi meskipun tidak
mendapat rangsangan dari luar.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi belajar pada dasarnya ada dua yaitu: motivasi yang
datang sendiri dan motivasi yang ada karena adanya rangsangan dari luar. Kedua
bentuk motivasi belajar ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Setiap
motivasi itu bertalian erat hubungan dengan tujuan atau suatu cita-cita, maka
makin tinggi harga suatu tujuan itu, maka makin kuat motivasi seseorang untuk
mencapai tujuan. Purwanto (1996:70) mengatakan bahwa fungsi motivasi ada 3
yaitu: a) motivasi itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak, motivasi
ini berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi
kepada seseorang untuk melakukan sesuatu b) motivasi itu menentukan arah
perbuatan ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita, dalam hal ini
motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai
tujuan itu, sehingga makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan
yang harus ditempuh dan c) motivasi itu menyeleksi perbuatan kita, artinya
menentukan perbuatan mana yang dilakuan dilakukan, yang serasi, guna mencapai
tujuan itu dengan mengenyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
itu.
Dalam kajian teori motivasi ada yang dikenal dengan
teori kebutuhan. Teori ini dikemukakan oleh A.H. Maslow yang mengemukakan bahwa
orang termotivasi untuk melakukan sesuatu karena didasari adanya kebutuhan
dalam dirinya, yang terbagi menjadi 5 (lima) kebutuhan yaitu: (1) kebutuhan
fisiologis yang merupakan kebutuhan manusia untuk bertahan hidup atau juga
disebut kebutuhan pokok yang terdiri dari kebutuhan makan, minum, pakaian, dan
tempat tinggal; (2) kebutuhan rasa aman yang meliputi keamanan akan
perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja dan jaminan hari tua; (3) kebutuhan
sosial yang berupa kebutuhan-kebutuhan seseorang untuk diterima dalam kelompok
tertentu yang menyenangkan bagi dirinya; (4) kebutuhan penghargaan seperti
halnya kabutuhan bagi seorang pegawai yang bekerja dengan baik tentu ingin
mendapat penghargaan dan pengakuan dari atasan ataupun pujian dari teman
kerjanya atas prestasinya dan; (5) kebutuhan aktualisasi diri yang berupa
kebutuhan yang muncul dari seseorang dalam proses pengembangan potensi dan
kemampuannya untuk menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya (Hasibuan,
2003:104-107).
2.2 Fungsi Motivasi
·
Sebagai pendorong untuk berbuat sesuatu dari
setiap aktifitas yang dilakukan.
·
Penentu
arah perbuatan yakni kearah tujuan yang ingin dicapai.
·
Menyeleksi
perbuatan.
·
Pendorong
usaha untuk mencapai prestasi.
·
Motivasi
adalah sesuatu yang paling mendasar yang harus ada dalam
proses belajar karena hasil belajar akan optimal bila ada motivasi.
·
Motivasi
selalu bertalian dengan suatu tujuan.
2.3 Jenis-Jenis Motivasi
Motivasi terdiri dari dua jenis yaitu (1) Motivasi
positif, artinya melalui pemberian hadiah bagi yang
berprestasi, diharapkan mereka akan dapat lebih berprestasi dan (2)
Motivasi
negatif
yaitu dengan memberi hukuman bagi yang
bersalah, tentunya, agar mereka tidak mengulangi kesalahan. Pemberian hukuman,
memang efektif untuk mencegah/mengurangi kesalahan. Namun, sikap untuk tidak berbuat
salah, tidak otomatis meningkatkan gairah bekerja atau dapat meningkatkan motivasi untuk menjadi lebih
baik. Karena itu, umumnya kedua jenis
motivasi ini digunakan dalam porsi dan waktu yang tepat.
2.4 Tendensi
Pengaktualisasian dari Rogers
Pandangan humanistik banyak diterapkan dalam bidang
psikoterapi dan konseling. Tujuannya
adalah meningkatkan pemahaman diri. Rogers mendasarkan teori dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri.
Aktualisasi diri adalah daya
yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri seluruh manusia.
Aktualisasi diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal
dan menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.
2.5 Kebutuhan Bertingkat dan
Aktualisasi Diri
Abraham Maslow memperkenalkan pemikirannya mengenai
motivasi dihubungkan dengan kebutuhan manusia melalui karyanya yang
dipublikasin dengan judul “Theory of
Human Motivation” pada tahun 1943. Ia menjelaskan mengenai hirarki kebutuhan
manusia dengan konsep, “Piramid Kebutuhan Maslow”. Melalui model ini, Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan manusia
bertingkat, mulai dari kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi pada bagian bawah
piramid dan kebutuhan manusia meningkat terus ke atas apabila jenis kebutuhan
yang dasar sudah terpenuhi. Mulai dari kebutuhan yang paling dasar adalah
kebutuhan fisiologis, kemudian berlanjut ke kebutuhan akan keamanan dan kebutuhan puncak, yaitu aktualisasi diri
(self-actualization).
2.6
Teori Dorongan(Drive
Teori)
Teori
”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku
didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri
seseorang. Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika
suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya
dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan
yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi
keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan.
Teori-teori
Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang
bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan
terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang,
khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme
dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk.
1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalam keaslian keadaan terdorong. Keadaan
terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orang tertentu dan mendorong orang itu
ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain
dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
2.7
Teori Insentif
Teori insentif menjelaskan motivasi dalam kaitannya
dengan stimuli atau penghargaan eksternal. Berbeda dengan dorongan atau teori
pengurangan penggerak, para psikolog telah mengajukan teori insentif karena
stimulus eksternal dianggap menarik seseorang untuk beberapa tujuan. (Iram,
2008). Teori ini mengatakan bahwa seseorang akan bergerak atau mengambil
tindakan karena ada insentif yang akan di dapatkan. Misalnya, seseorang mau
bekerja dari pagi sampai sore karena tahu bahwa ia akan mendapatkan intensif
berupa gaji, jika seseorang tahu akan mendapatkan penghargaan, maka ia pun akan
bekerja lebih giat lagi dalam bekerja (Mustopa, 2011),
atau contoh insentif yang paling umum dan paling dikenal oleh anak-anak
misalnya jika anak naik kelas akan dibelikan sepeda baru oleh orangtua, maka
anak akan belajar dengan tekun untuk mendapatkan sepeda baru tersebut. Ada
sesuatu tentang tujuan itu sendiri yang memotivasi perilaku. Karena ciri-ciri
tertentu yang mereka miliki, objek tujuan mendorong perilaku kearah tujuan
tersebut. Objek-objek tujuan yang memotivasi perilaku inilah yang disebut
dengan insentif. Satu bagian penting dari banyak teori insentif
adalah bahwa individu-individu mengharapkan kesenangan dari pencapaian dari apa
yang mereka sebut dengan insentif positif dan dari penghindaraan dari apa yang
disebut dengan insentif negatif. (Bachtiar, 2010)
Imbalan atau penghargaan (insentif), baik terukur atau
tak terukur, diberikan setelah kejadian dari satu tindakan (yaitu. perilaku)
dengan tujuan agar perilaku terjadi lagi. Ini dilakukan dengan berasumsi arti
positif pada perilaku tersebut. Studi menunjukkan jika seseorang mendapat
imbalan dengan seketika atau sesegera mungkin, pengaruhnya akan lebih besar,
dan menurun dengan berjalannya waktu.
Aksi berulang memberi imbalan atau penghargaan dapat
menyebabkan perilaku tersebut untuk menjadi suatu kebiasaan (Wikipedia). Insentif tak terukur/tak berwujud juga dikenal sebagai imbalan intrinsik,
sementara insentif terukur/berwujud juga dikenal sebagai imbalan ekstrinsik.
Kadang kala, satu jenis imbalan dapat digantikan dengan yang lain. Ini biasanya
terjadi ketika suatu imbalan intrinsik digantikan dengan imbalan ekstrinsik.
Sebagai contoh, mempertimbangkan seseorang yang jadi dokter.
Pada awalnya, orang mungkin menjadi dokter karena dia
menikmati untuk menolong orang lain (intrinsik) kemudian, alasan untuk menjadi
dokter mungkin dapat berubah ke uang (ekstrinsik). Misalnya, pengurangan jumlah
insentif harus dilakukan sebuah rumah sakit, dan mereka menawarkan pada dokter
sebuah pilihan: berlanjut sebagai dokter dan menolong orang namun dengan satu
potongan gaji(insentif), atau menjadi pengurus/administrasi namun mendapat uang
dibandingkan sebelum. Dokter akan mungkin memilih menjadi pengurus meskipun ini
berarti dia tidak akan menolong orang-orang lagi sebab imbalan eksternal dari
upah sebagai pengurus akan melebihi imbalan internal dari kepuasan yang
diperoleh saat menolong orang-orang.
Keadaan ini dikenal sebagai pengaruh overjustification. Secara umum, overjustification terjadi ketika imbalan
eksternal menjadi satu-satunya alasan untuk berlanjutnya suatu
perilaku. Psikolog bidang pendidikan sedang mendebat apakah sekolah harus
mempergunakan imbalan (insentif) ekstrinsik untuk memunculkan atau membentuk
perilaku. Ada bukti yang menyarankan bahwa ini adalah satu ide buruk karena
ketika imbalan musnah, begitu juga dengan motivasi anak-anak, ada bukti yang menyarankan bahwa ini adalah satu ide
bagus karena keuntungan yang diperoleh oleh sistem imbalan ekstrinsik mungkin
berlanjut.
2.8 Teori
Disonan Kognitif
Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori
komunikasi yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang
diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan
memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan
tersebut. Wibowo (dalam Sarwono, S.W., 2009) mendefinisikannya
sebagai keadaan tidak nyaman akibat adanya ketidaksesuaian antara dua sikap
atau lebih serta antara sikap dan tingkah laku.
Festinger (1957), berpendapat bahwa disonansi terjadi
apabila terdapat hubungan yang bertolak belakang, yang diakibatkan oleh
penyangkalan dari satu elemen kognitif terhadap elemen lain, antara
elemen-elemen kognitif dalam diri individu. Hubungan
yang bertolak belakang tersebut, terjadi bila ada penyangkalan antara elemen
kognitif yang satu dengan yang lain. Disonansi kognitif tidak hanya bisa timbul dari diri seseorang saja, tetapi
juga dapat timbul akibat pengaruh faktor eksternal di luar dirinya. Bila terjadi disonansi, ada sesuatu yang harus
dilepas, atau ada ketidaksesuaian antara suatu keyakinan dengan
keyakinan-keyakinan atau sikap yang penting. Bersikeras mempertahankan
kedua-duanya, akan terasa sangat menyiksa.
2.9 Teori Harapan
Victor
H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan
suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini,
motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan
perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan
jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya. Dinyatakan
dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang
bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu.
Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis,
motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah. Di
kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan
ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian
kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya
serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya
itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para
pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi
cara untuk memperolehnya.
Menurut
teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh
seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada
hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan
sesuatu,dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya,yang bersangkutan akan
berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori
harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk
memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong
untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan
menjadi rendah. Dalam lembaga pendidikan guru ataupun siswa akan melakukan apa
saja jika mereka melihat suatu peluang apalagi peluang itu terbuka dengan
lebar. Apalagi di lembaga pendidikan orang-orang ataupun masyarakat banyak
menggantugkan harapannya untuk mencapai cita-cita merekam, dengan melaksanakan
teori ini maka warga sekolah akan sangat termotivasi sekali untuk dapat
mewujudakan harapan-harapan mereka tersebut. Teori Harapan ini didasarkan
atas:
a).
Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi
karena perilaku. Harapan akan berkisar antara nilai negatif (sangat tidak
diinginkan sampai dengan nilai positif (sangat diinginkan). Harapan negatif
menunjukkan tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan muncul sebagai akibat dari
tindakan tertentu, bahkan hasilnya bisa lebih buruk. Sedangkan harapan positif
menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul sebagai konsekuensi dari
suatu tindakan atau perilaku.
b).
Nilai (Valence), adalah kekuatan relatif dari keinginan dan kebutuhan
seseorang. Suatu intensitas kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan dengan
preferensi hasil yang dapat dilihat oleh setiap individu. Bagi seorang
individu, perilaku tertentu mempunyai nilai tertentu. Suatu hasil mempunyai
valensi positif apabila dipilih, tetapi sebaliknya mempunyai valensi negatif
jika tidak dipilih.
c). Pertautan (Instrumentality), yaitu besarnya
kemungkinan bila bekerja secara efektif, apakah akan terpenuhi keinginan dan
kebutuhan tertentu yang diharapkannya. Indeks yang merupakan tolok ukur berapa
besarnya perusahaan akan memberikan penghargaan atas hasil usahanya untuk
pemuasan kebutuhannya.
Dalam
hal ini Victor Vroom (1994) yang pertama kali mengemukakan teori harapan secara
konseptual dengan mengajukan persamaan sebagai berikut :
Harapan
|
Instrumen
|
Valensi
|
Kemungkinan
melakukan tugas untuk mencapai target kinerja
|
Kemungkinan
mencapai target kinerja yang dipandu berbagai program kerja
|
Nilai
hasil kerja karyawan baik atau buruk
|
Sumber
: John R. Schermerhorn, Jr., Management for Productivity, 3rd., New
York; John Wiley & Sons, 1989.
Hubungan
antara unsur Teori Harapan (Harapan, Instrumen dan Valensi) Robert E. Quinn
selanjutnya menjelaskan sepeti berikut : bahwa hubungan fundamental dari ketiga
unsur-unsur teori harapan dengan persamaan yang baru sebenarnya sama. Bedanya
teori yang terakhir telah dikembangkan dengan mempertimbangkan beberapa hasil
usaha.. Bila motivasinya rendah jangan berharap hasil kerjanya (kinerjanya)
baik. Dan motivasi dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan pribadi seperti rasa
tertarik atau memperoleh harapan.Selanjutnya dapat dipahami bahwa kinerja
kaeyawan sangat mempengaruhi kinerja organisasi di mana di atau mereka berperan
sebagai pelaku. Sehubungan dengan itu, kiranya seorang manajer (pimpinan)
selalu melakukan hal-hal seperti berikut :
a.
Tentukan tujuan
organisasi secara jelas dan tentukan pula kreteria kinerjanya.
b.
Pimpinan
perusahaan (instansi) selalu menyediakan insentif (pendorong kerja) yang
menarik, baik berupa penghargaan dalam
bentuk uang maupun penghargaan lain, agar para karyawan (terutama bawahan)
bersedia mencapai tujuan organisasi melalui upaya mencapai kinerja sesuai
dengan kreteria yang telah ditetapkan.
c. Pimpinan perusahaan (instansi) secara
teratur menjelaskan tentang umpan balik
tujuan
perusahaan (instansi), sehingga setiap karyawan mengetahui posisi peranannya
dalam perusahaan (instansi).
d. Gunakan cara manajemen
partisipatif di mana para karyawan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan
tertentu di mana mereka dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
e. Pertemuan atau berunding
dengan karyawan bawahan dilakukan berdasarkan komonikasi
dua arah. Dalam hal ini kedua pihak harus menjadi pendengar yang baik didasari
niat yang baik demi peningkatan kinerja perusahaan (instansi).
f. Secara khusus memberikan
orientasi pengenalan ruang lingkup kerja kepada karyawan baru tentang pekerjaan
atau tugas yang diinginkan oleh perusahaan (instansi). Hal ini dipertlukan agar
karyawan baru dapat cepat menguasai tugasnya sesuai degan kebutuhan instansi
(perusahaan).
2.10
Teori Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi pertama kali
diperkenalkan oleh Murray (dalam Martaniah, 1998) yang diistilahkan dengan need
for achievement dan dipopulerkan oleh Mc Clelland (1961) dengan sebutan “n-ach”,
yang beranggapan bahwa motif berprestasi merupakan virus mental sebab merupakan
pikiran yang berhubungan dengan cara melakukan kegiatan dengan lebih baik
daripada cara yang pernah dilakukan sebelumnya. Jika sudah terjangkit virus ini
mengakibatkan perilaku individu menjadi lebih aktif dan individu menjadi lebih
giat dalam melakukan kegiatan untuk mencapai prestasi yang lebih baik dari
sebelumnya.
Individu yang menunjukkan motivasi
berprestasi menurut Mc.Clelland adalah mereka yang task oriented dan
siap menerima tugas-tugas yang menantang dan kerap mengevaluasi tugas-tugasnya
dengan beberapa cara, yaitu membandingkan dengan hasil kerja orang lain atau
dengan standard tertentu (McClelland, dalam Morgan 1986). Selain itu mcClelland
juga mengartikan motivasi berprestasi sebagai standard of exellence yaitu
kecenderungan individu untuk mencapai prestasi secara optimal
(McClelland,1987). Selanjutnya menurut Haditono (Kumalasari, 2006), motivasi
berprestasi adalah kecenderungan untuk meraih prestasi dalam hubungan dengan
nilai standar keunggulan.
Motivasi berprestasi ini membuat
prestasi sebagai sasaran itu sendiri. Individu yang dimotivasi untuk prestasi
tidak menolak penghargaan itu, tidak sungguh-sungguh merasa senang jika dalam
persaingan yang berat ia berhasil memenangkannya dengan jerih payah setelah
mencapai standar yang ditentukan. Individu yang mempunyai dorongan berprestasi
tinggi umumnya suka menciptakan risiko yang lunak yang bisa memerlukan cukup
banyak kekaguman dan harapan akan hasil yang berharga, keterampilan dan
ketetapan hatinya yang menunjukkan suatu kemungkinan yang masuk akal daripada
hasil yang dicapai dari keuntungan semata. Jika memulai suatu pekerjaan,
individu yang mempunyai dorongan prestasi tinggi ingin mengetahui bagaimana
pekerjaannya, ia lebih menyukai aktivitas yang memberikan umpan balik yang
cepat dan tepat.
Menurut Herman (Linda, 2004)
motivasi berprestasi ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena
motif berprestasi akan mendorong seseorang untuk mengatasi tantangan atau
rintangan dan memecahkan masalah seseorang, bersaing secara sehat, serta akan
berpengaruh pada prestasi kerja seseorang. Atkinson (Martaniah, 1998)
mengatakan bahwa motivasi berprestasi dalam perilaku individu mengandung dua
kecenderungan perilaku, yaitu :
a. Individu yang cenderung mengejar
atau mendekati kesuksesan
b. Individu yang berusaha untuk
menghindari kegagalan.
Teori
Motivasi Berprestasi mengemukakan bahwa, manusia pada hakikatnya mempunyai
kemampuan untuk berprestasi diatas kemampuan orang lain. Teori ini memiliki
sebuah pandangan (asumsi) bahwa kebutuhan untuk breprestasi itu adalah suatu
yang berbeda dan dapat dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan yang
lainnya. Menurut Mc Clelland , seseorang dianggam memiliki
motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu
karya berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain. Ada tiga jenis
kebutuhan manusia menurut Mc Clelland yaitu sebagai berikut :
a. Kebutuhan
akan Prestasi (n-ACH)
Kebutuhan
akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan
dengan seperangkat standar$2C bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada
hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan
aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara
lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan
umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab
pemecahan masalah. n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu
karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan
tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan.
Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan
terhadap prestasinya tersebut.
b.
Kebutuhan akan Kekuasaan (n-POW)
Kebutuhan
akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam
suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian
atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi
orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa
kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai
suatu posisi kepemimpinan. n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan
memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter
kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk
peningkatan status dan prestise pribadi.
c.
Kebutuhan untuk Berafiliasi atau Bersahabat (n-AFI)
Kebutuhan
akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan
akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat,
kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang
mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang
memerlukan interaksi sosial yang tinggi. Mc Clelland mengatakan bahwa
kebanyakan orang memiliki jombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan
mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
2.11 Teori Motivasi
Kompetensi
Teori
ini menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai keinginan untuk menunjukkan
kompetensi dengan menaklukkan lingkungannya. Keterampilan tersebut antara lain
keterampilan untuk mengevaliasi diri sehubungan dengan pelaksanaan tugas
tersebut, nilai tugas siswa, harapan untuk tugas dalam tugas, patokan keberhasilan
tugas, locus of control dan penguatan diri. Guru dapat meningkatkan motivasi
siswa dengan menerapkan pendekatan internal sehingga kerja siswa dapat berubah
sehingga siswa dapat mengontrol prestasi siswa. Siswa dapat mengontrol prestasi
siswa antara lain dengan mengevaluasi diri sehubungan dengan tugas, menyusun
control guru-siswa terhadap tugas, tangguh jawab dan tugas, harapan-harapan
positif untuk berhasil dan umpan balik atas penyelesaian tugas.
2.12 Strategi Memotivasi Siswa
Menurut Pupuh Fathurrohman dan M.
Sorby Sutikno (2010) bahwa
motivasi dapat dibagi dua. Pertama motivasi
intrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri peserta didik tanpa ada
paksaan dari dorongan orang lain. Kedua motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi
yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar peserta didik. Hal ini bisa
timbul karena ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain (pendidik) sehingga
dengan keadaan tersebut peserta didik mau melakukan sesuatu atau belajar. Pendapat
tersebut menegaskan bahwa dalam pembelajaran motivasi ektrinsik sangat
dibutuhkan oleh peserta didik, seperti hadiah (reward), kompetensi
sehat antarpeserta didik, pemberian nasehat, dan pemberian hukuman (funishment).
Adanya motivasi dari luar sebagaidorungan untuk diri peserta didik merupakan
sebuah kemutlakan harus dilkukan guru jika menginginkan peserta didiknya
mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Lain
halnya dengan peserta didik yang memiliki motivasi
intrinsik karena mereka dengan kesadaran sendiri ingin belajar dan
memperhatikan penjelasan guru dalam
pembelajaran, karena keingintahuannya dalam pembelajaran tinggi sehingga sulit
terpengaruh oleh gangguan yang ada di sekitarnya. Dalam kegiatan belajar,
motivasi peserta didik adalah salah satu tolak ukur menetukan keberhasilan
dalam pembelajaran. Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar tidak
akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Tidak adanya aktivitas belajar tentu
akan berdampak terhadap tujuan pembelajaran. Apabila tujuan pembelajaran tidak
tercapai, mencerminkan kegagalan yang dilakukan pendidik. Untuk itu, pendidik
perlu menciptakan strategi yang tepat dalam memotivasi belajar peserta didik.
Motivasi belajar yang dimiliki
peserta didik berfungsi sebagai alat pendorong terjadinya prilaku belajar
peserta didik, alat untuk mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, alat
untuk memberikan direksi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran, dan alat
untuk membangun sistem pembelajaran yang bermakna. Oemar Hamalik (2002) secara
umum menyebutkan tiga fungsi motivasi, yaitu:
1.
Mendorong manusia untuk berbuat (sebagai
penggerak) yang merupakan langkah penggerak dari setiap kegiatan.
2.
Menentukan arah perbuatan, yakni kearah
tujuan yang hendak dicapai sehingga dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan
tujuannya.
3.
Menyeleksi
perbuatan, yakni menetukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang
serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak
bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Berdasarkan
pendapat tersebut dapat diketahui bahwa motivasi
berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak prilaku
seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Begitu juga halnya dalam pencapaian
tujuan pembelajaran, guru merupakan faktor yang penting untuk mengusahakan
terlaksananya fungsi-fungsi tersebut dengan cara dan strategi yang tepat untuk
menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Strategi menumbuhkan motivasi
belajar peserta didik sangat ditentukan oleh perencanaan yang dibuat guru dalam
pembelajaran. Dengan strategi motivasi yang tepat akan mampu memberikan
kesuksesan dalam pembelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan Wina Sanjaya
(2006), bahwa strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan
dalam mencapai tujuan. Pupuh
Fathurohman dan M. Sobry Suntikno (2010) menyatakan ada beberapa strategi untuk
menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, yaitu:
a.
Menjelaskan tujuan belajar ke peserta
didik
Permulaan belajar mengajar,
terlebih dahulu seorang guru menjelaskan tentang tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran
kepada siswa. Makin jelas tujuan yang akan dicapai peserta didik maka makin
besar juga motivasi dalam melaksanakan kegiatan belajar.
b. Memberikan
hadiah (reward)
Memberikan hadiah kepada peserta
didik yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat peserta didik untuk bisa
belajar lebih giat lagi. Di samping itu, peserta didik yang belum berprestasi
akan termotivasi untuk bisa mengejar peserta didik yang berprestasi.
c. Memunculkan
saingan atau kompetensi
Guru berusaha mengadakan persaingan
di antara peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajarnya, dan berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
d. Memberikan
pujian
Memberikan pujian atau penghargaan
kepada peserta didik yang berprestasi sudah sepantasnya dilakukan oleh guru
yang bersifat membangun.
e. Memberikan
hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses
belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan
harapan agar peserta didik tersebut mau mengubah diri dan beruaha memacu
motivasi belajarnya.
f. Membangkitkan
dorongan kepada peserta didik untuk belajar
Kegiatan yang dilakukan guru adalah
memberikan perhatian maksimal kepada peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung.
g. Membentuk
kebiasaan belajar yang baik
Guru menanamkan pembiasaan belajar
yang baik dengan disiplin yang terarah sehingga peserta didik dapat belajar
dengan suasana yang kondusif.
h. Membantu
kesulitan belajar peserta didik, baik secara individual maupun komunal
(kelompok)
i.
Menggunakan
metode yang bervariasi
Pembelajaran
metode konvensional harus sudah ditinggalkan guru
karena peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dibutuhkan
metode yang tepat/bervariasi dalam memberdayakan kompetensi peserta didik.
j.
Menggunakan media yang baik serta harus
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Penggunaan media yang tepat sangat
membantu dan memotivasi peserta didik dalam memaknai pembelajaran sesuai tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai. Adanya media yang tepat akan mampu memediasi
peserta didik yang memiliki kemampuan indera yang tidak sama, baik pendengaran
maupun penglihatannya, demikian juga kemampuan berbicaranya. Dengan variasi
penggunaan media, kelemahan indera yang dimiliki tiap peserta didik dapat
dikurangi dan dapat memberikan stimulus terhadap indera peserta didik.
Adanya strategi di atas, menuntut kesiapan guru
sebagai perancang pembelajaran untuk mampu mengimplementasikannya dalam
kegiatan proses belajar mengajar. Guru harus mampu meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan pembelajaran yang dimonopoli oleh guru itu sendiri (teacher
sentre) . Karena guru dalam
melaksanakan peranya sebagai pendidik, pengajar pemimpin, administrator, harus
mampu melayani peserta didik yang dilandasi kesadaran (awarreness), keyakinan
(belief), kedisiplinan (discipline) dan tanggung jawab (responsibility) secara
optimal sehingga memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan peserta
didik secara optimal baik fisik maupun phisikis.
Perkembangan
peserta didik secara optimal akan terlihat bagaiman sang guru mampu menumbuhkan
motivasi pada diri peserta didik dalam pembelajaran. Guru yang tidak mampu
menumbuhkan motivasi peserta didik berarti sang guru kurang memahami strategi
yang tepat dalam pembelajaran.
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Menurut, pembahasan materi
dalam makalah kami, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan
keinginan pada diri seseorang untuk menjadi individu yang lebih baik. Lebih
lanjut dikatakan bahwa motivasi yang ada pada diri seseorang akan mewujudkan
sesuatu perilaku yang di arahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan.
Motivasi berfungsi untuk sebagai pendorong untuk berbuat sesuatu disetiap aktifitas yang
dilakukan, penentu arah perbuatan yakni kearah tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi
perbuatan, pendorong usaha untuk mencapai prestasi. Motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu motivasi
positif, artinya melalui pemberian hadiah bagi yang
berprestasi, diharapkan mereka akan dapat lebih berprestasi dan m
otivasi
negatif
yaitu dengan memberi hukuman bagi yang
bersalah, tentunya agar mereka tidak mengulangi kesalahan.
Pemberian
hukuman, memang efektif untuk
mencegah kesalahan. Namun, sikap untuk
tidak berbuat salah, tidak otomatis meningkatkan gairah bekerja atau dapat meningkatkan motivasi untuk menjadi lebih
baik. Karena itu, umumnya kedua jenis
motivasi ini digunakan dalam porsi dan waktu yang tepat. Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman diri.
Referensi yang kami ketahui
berdasarkan pendapat Rogers mendasarkan teori
dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri.
Aktualisasi diri adalah daya
yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri seluruh manusia. Selain
pendapat Rogers, kami juga memperoleh referensi dari Maslow yang
menjelaskan bahwa kebutuhan manusia bertingkat, mulai dari kebutuhan mendasar
yang harus dipenuhi pada bagian bawah piramid dan kebutuhan manusia meningkat
terus ke atas apabila jenis kebutuhan yang dasar sudah terpenuhi.
Mulai dari
kebutuhan yang paling dasar adalah kebutuhan fisiologis, kemudian berlanjut ke
kebutuhan akan keamanan dan kebutuhan puncak, yaitu aktualisasi diri
(self-actualization). Teori
”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku
didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri
seseorang. Teori insentif menjelaskan motivasi dalam kaitannya
dengan stimuli atau penghargaan eksternal. Berbeda dengan dorongan atau teori
pengurangan penggerak, para psikolog telah mengajukan teori insentif karena
stimulus eksternal dianggap menarik seseorang untuk beberapa tujuan. (Iram,
2008).
Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori
komunikasi yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang
diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan
memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan
tersebut. Victor
H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan
suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini,
motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan
perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan
jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Motivasi berprestasi pertama kali
diperkenalkan oleh Murray (dalam Martaniah, 1998) yang diistilahkan dengan need
for achievement dan dipopulerkan oleh Mc Clelland (1961) dengan sebutan
“n-ach”, yang beranggapan bahwa motif berprestasi merupakan virus mental sebab
merupakan pikiran yang berhubungan dengan cara melakukan kegiatan dengan lebih
baik daripada cara yang pernah dilakukan sebelumnya.
Teori
motivasi kompetensi menyatakan bahwa
setiap manusia mempunyai keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan
menaklukkan lingkungannya. Keterampilan tersebut antara lain keterampilan untuk
mengevaliasi diri sehubungan dengan pelaksanaan tugas tersebut, nilai tugas
siswa, harapan untuk tugas dalam tugas, patokan keberhasilan tugas, locus of
control dan penguatan diri. Menurut Pupuh
Fathurrohman dan M. Sorby Sutikno (2010) bahwa
motivasi dapat dibagi dua. Pertama motivasi
intrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri peserta didik tanpa ada
paksaan dari dorongan orang lain.
3.2 Saran
1. Dalam pembelajaran, diperlukan adanya motivasi.
2. Diharapkan pembaca dapat termotivasi dengan
meningaktkan proses pembelajaran.
3. Untuk meraih hasil belajar yang maksimal, siwa harus mempunyai
motivasi untuk belajar, baik motivasi yang berasal dari dalam diri siswa itu
sendiri maupun yang dari luar, seperti lingkungan.
4. Pendidik harus mampu membangkitkan motivasi belajar
peserta didik.
5. Diperlukannya usaha-usaha yang dapat membangkitkan motivasi
belajar khususnya dari pihak orang tua, pendidik maupun dari pihak sekolah
untuk meningkatkan hasil belajar anak.
6. Disarankan
supaya guru meningkatkan motivasi belajar menggunakan metode demonstrasi.
7. Disarankan agar guru mampu mengembangkan atau melatih
siswa agar lebih terampil.
8. Diharapkan hasil makalah ini dapat berperan dalam
proses belajar-mengajar dimasa mendatang sehingga suasana belajar menjadi lebih
menyenangkan dan dapat memotivasi siswa untuk terus belajar.
9. Disarankan dapat lebih fokus dalam memotivasi belajar
anak sehingga hasil belajar dapat melibatkan aspek moral dan aspek emosional.
10. Sebaiknya pendidik ataupun sebagai konselor memahami
peran motivasi dalam belajar, supaya dapat memberikan motivasi terhadap peserta
didik sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar dengan hasil yang
optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Afifuddin dan
Sutikno, Sobry. 2008. Pengelolaan
pendidikan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Djamarah,
Syaipul bahri .2002. Fisikologi Belajar.Cetakan
I. Jakarta : Rimeka Cipta
Jamaris,
Martini. 2013. Orientasi Baru Dalam
Fisiologi Pendidikan. Bogor: Penerbit Gahlia Indonesia.
Pidarta,
Made.2007. Landasan Kependidikan.
Jakarta . PT. Asdi Mahasatya.
Santrok, Jon W.
2011. Fisikologi Pendidikan .Jakarta
:Salemba Humanika
Slemato, 2003. Belajar dan faktor-faktor yang
Mempengaruhinya .Jakarta: PT. Rineka cipta.
Sutikno,M.S.
2007. Menggagas Pembelajaran Efektif Dan
Bermakna , Mataram :NTP Ppres
Uno, B Hamzah
,2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya : Analisis Dibidang Pendidikan : Jakarta Bumi Aksara
Sutikono, Subri.
2008. Landasan Pendidikan Bandung. Presfect.
artikel anda cukup baik, mohon izin ambil materi..
BalasHapusMakalah ini bagus dan cukup baik. Terimakasih
BalasHapusMakalah ini bagus dan cukup baik. Terimakasih
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus